Home HL MK Kandaskan Gugatan Helmy – Muchendi

MK Kandaskan Gugatan Helmy – Muchendi

89
0

Laporan:abiyasa/sigit
PALEMBANG, jodanews – Harapan pasangan calon kepala daerah Kabupaten Ogan Ilir (OI), Helmy Yahya dan Muchendi Mahzareki kandas di tangan Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan pasangan ini tak memenuhi persyaratan sesuai Pasal 158 UU Pilkada 2015 dan PMK 5 tahun 2015 tentang Pedoman Beracara dan Perselisihan Hasil Pilkada. Dalam aturan tersebut, gugatan bisa diproses jika selisih suara kurang dari 1,5 persen. Sedangkan selisih suara Helmy – Muchendi dan Nofiandi – Ilyas Panji (pemenang pilkada) diatas 12,19 persen.
Pada Pilkada serentak 9 Desember 2015 lalu, pasangan Helmy-Muchendi memperoleh 94.464 suara. Sedangkan pasangan calon pemenang, yakni Nofiadi Mawardi dan Ilyas Panji Alam mendapat 107.576 suara. Mengacu ketentuan dalam Pasal 158 UU Pilkada dan Pasal 6 PMK Nomor 5/2015, maka perbedaan suara keduanya, yaitu 12,19 persen atau melebihi batas syarat 1,5 persen.
Padahal, di kabupaten Ogan Ilir ini, perbedaan suara pasangan calon pemohon dengan pasangan calon pemenang maksimal hanya boleh 1,5 persen sesuai dengan jumlah penduduknya yang sebanyak 403.828 jiwa.‎
“Berdasarkan pertimbangan hukum di atas, meskipun benar pemohon adalah benar pasangan calon di pilkada Kabupaten Ogan Ilir, akan tetapi, permohonan pemohon tidak memenuhi syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 158 UU nomor 8 Tahun 2015 dan Pasal 6 PMK 15 tahun 2015,” ujar Majelis Hakim Konstitusi Manahan Sitompul, di gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat.
Dengan fakta tersebut MK memutuskan bahwa perkara PHP kabupaten Ogan Ilir tidak dapat dilanjutkan. “Mengadili menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
Untuk diketahui, sejumlah perkara PHP yang ditolak MK karena tidak sesuai dengan pasal 158 UU Pilkada 2015 tentang selisih suara antara lain, Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan, Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Ponorogo Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara (dua perkara), Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan, Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur, Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara.
Sebelumnya, sebanyak 147 gugatan perselisihan hasil pilkada didaftarkan di MK. Di tengah proses, terdapat 5 gugatan yang ditarik kembali oleh penggugatnya.
Selanjutnya, dari gugatan yang tersisa sebanyak 142 telah diputus 40 gugatan, termasuk 5 gugatan yang ditarik. Dari 40 gugatan tersebut, sebanyak 34 gugatan dinyatakan tidak diterima karena persoalan pendaftaran gugatan yang melewati batas waktu yang ditentukan.
Hanya satu gugatan yang tidak diterima karena alasan legal standing atau penggugat tidak memiliki kedudukan hukum. Sehingga melalui putusan MK, 40 gugatan tersebut tidak bisa dilanjutkan lagi sidangnya untuk masuk ke pokok perkara lantaran tidak memenuhi syarat formil.
Terpisah, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie menilai bahwa sengketa gugatan hasil pilkada di MK tidak akan terlalu banyak untuk ditindaklanjuti. Mengingat ada pembatasan selisih suara yang harus dipenuhi.”Saya yakin dari 139 sengketa pilkada, paling hanya lima yang dikabulkan dan memenuhi syarat selisih suara,” ujarnya.
Jimly menjelaskan, kemungkinan tersebut bisa terjadi, karena berdasarkan pengalamannya serta komunikasi yang dibangun dengan pihak MK saat ini, pemohon yang telah kalah suara dengan selisih yang jauh, juga telah mengirimkan berkas gugatan ke MK.
Dia menjelaskan permohonan sengketa pilkada serentak sudah tertuang di pasal 158 UU No 8 Tahun 2015 tentang Pilkada Serentak yang menyebutkan bahwa pembatalan pasangan calon terpilih, hanya dapat disengketakan jika, pertama selisih suara dari 0,5 persen hingga 1 persen pada daerah yang mempunyai jumlah penduduk hingga 12 juta jiwa. Kedua, 1 persen hingga 1,5 persen untuk wilayah yang mempunyai jumlah penduduk 2 juta hingga 6 juta jiwa.
Serta, selisih suara 2 persen untuk daerah yang mempunyai jumlah penduduk kurang dari dua juta jiwa. Sehingga sengketa dapat diproses oleh MK. Diluar itu, putusan KPU atas penetapan pemenang pilkada dianggap sah.
Hal tersebut, menurut Jimly sudah seharusnya menjadi acuan MK saat memutuskan perkara dapat dilanjutkan atau tidak, karena biasanya, mereka yang sudah dinyatakan dismissal, jarang yang akan mengajukan judicial review.
“Kalau Judicial Review biasanya sih jarang. Jadi memang tidak banyak saya rasa. Kalau yang sudah kalah jauh, ya sudah kasih selamat saja ke yang menanglah,” kata Jimly.
Sementara, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Ogan Ilir (OI), secara resmi menetapkan pasangan calon nomor urut dua dalam Pilkada Ogan Ilir 9 Desember 2015 lalu, AW Nofiadi Mawardi-H M Ilyas Panji Alam menjadi Bupati dan Wakil Bupati OI terpilih periode 2016-2021mendatang.
Penetapan bupati dan wakil bupati OI terpilih dilakukan melalui rapat pleno terbuka KPUD OI yang dituangkan dalam berita acara rapat pleno penetapan calon terpilih.
Rapat pleno terbuka penetapan bupati dan wakil bupati OI terpilih berlangsung di Aula Caram Seguguk OI Komplek Perkantoran Terpadu Tanjung Senai Inderalaya dihadiri Ketua KPUD OI Annahrir maupun komisioner KPUD OI lainnya.

Sekretaris KPUD OI Fatoni, Wakil Bupati Terpilih HM Ilyas Panji Alam, Ketua DPRD OI H Ahmad Yani, Kapolres OI AKBP Denny Yono Putro, Pejabat Bupati OI Yulizar Dinoto, Sekda OI H Herman, dan tamu undangan lainnya.
Ketua KPUD Ogan Ilir Annahrir menegaskan dalam tahapan pilkada sesuai dengan Perppu No 11/2015 pasal 54 dan 62 menjelaskan bahwa paling lama satu hari setelah putusan MK, KPU wajib melakukan rapat pleno terbuka penetapan bupati dan wakil bupati OI terpilih.
“Pada 21 Januri 2015, MK telah memutuskan perkara No 8-PHP/XVI tentang perselisihan hasil pemilihan yang dilayangkan paslon Helmi-Muchendi ditolak. Dengan demikian, maka pasangan calon nomor urut dua dinyatakan terpilih sebagai bupati dan wakil bupati OI. Putusan MK ini inkract dan mengikat,” kata Annahrir. (editor:asep)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here