Home HL KPK Kecolongan, Dua TSK OTT APBD Muba Umroh

KPK Kecolongan, Dua TSK OTT APBD Muba Umroh

95
0

[quote]Laporan :abiyasa[/quote]

Jaksa  KPK Beralasan Belum Keluarkan Izin Cekal

 

PALEMBANG, jodanews – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pembrantasan Korupsi (KPK) sepertinya kecolongan, Dua tersangka kasus dugaan suap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah Muba 2014 dan pengesahan rencana APBD Muba 2015, Depri Irawan dan Iin Febrianto, ternyata tak ada diwilayah hukum Sumsel. Informasinya, kedua anggota dewan ini, tengah melaksanakan ibadah umroh di Tanah Suci Mekkah.

Ini diketahui saat sidang dengan agenda mendengarkan keteragan saksi di ruang Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Rabu (30/3). Dari enam orang saksi yang diagendakan, hanya empat yang hadir, yakni Parlindungan Harahap, Zaini, Dear Fauzung dan Ujang Amin. Sedangkan, dua saksi lagi Depri Irawan dan Iin Pebrianto tidak dapat hadir.

Kristanti salah satu JPU KPK mengatakan, meski telah ditetapkan sebagai tersangka Depri dan Iin belum dilakukan pencekalan sehingga mereka masih bisa keluar kota termasuk negara. Terbukti dengan berangkatnya kedua tersangka ke Mekkah.

“Berarti dari penyidik belum dilakukan cekal. Itu wewenangnya penyidik,”ujar Kristanti.

Terpisah, Kepala Imigrasi Klas 1 Palembang, Bogi Widiantoro saat dikonfirmasi mengaku belum ada intruksi dari pihak direktorat Imigrasi untuk pengajuan pencabutan paspor milik Depri Irawan dan Iin Pebrianto.”Belum ada intruksi, jadi paspor nya tidak bisa kami tarik,”singkat Bogi.

Sementara itu, Zaini yang merupakan Ketua Fraksi Golkar DPRD Musi Banyuasin periode 2014-2019 (sudah ditetapkan tersangka) mengaku,sudah mengembalikan uang suap yang diberikan pemerintah kabupaten karena berharap tidak diproses hukum oleh Komisi Pemberatasan Korupsi.Dimana,dirinya dihadirikan sebagai saksi dalam sidang empat pimpinan DPRD yakni Riamon Iskandar, Islan Hanura, Darwin AH, dan Aidil Fitri di Pengadilan Tipikor, Palembang, Rabu (30/3)

“Setelah Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 19 Juni 2015, saya belum tahu bahwa uang yang saya terima di bulan Januari itu berkaitan karena menjadi setoran pertama pemkab ke DPRD. Setelah mengetahui dari teman-teman saya takut dan langsung mengembalikan uanga tersebut ke KPK,”ungkap Zaini.

Berselang beberapa hari OTT sambungnya, uang yang dia kembalikan dengan KPK sebesar Rp 75 juta. Selain itu, ada juga sesama anggota DPRD yakni Fahrul senilai Rp40 juta. Mengingat, karena ketua  fraksi maka ia juga harus membagikan uang ke anggota lain senilai Rp50 juta.

“Kemudian saya potong Rp10 juta untuk diberikan ke Islan Hanura yang menjadi ketua DPD Golkar. Lalu, secara pribadi saya pinjam uang ke Fahrul (anggota DPRD) dan diberikan, saat OTT terjadi saya mau kembalikan ke dia, tapi dia menolak, lalu saya kembalikan ke KPK,”sebutnya.

Saat dicecar majelis hakim Eliwarti terkait apakah pemberian uang dari eksekutif ke legislatif ini sudah berlangsung sejak lama di DPRD. Zaini berkilah tidak tahu karena mengaku baru kali pertama menerima uang suap,meskipun sudah menjadi anggota DPRD sejak 2004. Didesak mengapa harus menerima kata Eliwarti.

“Belakang baru saya mengetahui bahwa uang itu dikumpulkan dari SKPD. Islan Hanura bilang kalau ‘barang sudah ada di rumah Bambang, nanti ambilkan punya saya”. Karena saya takut uang bagian Islan hilang,jadi langsung saya antarkan setelah terima dari Ridwan (sopir Bambang Karyanto),”katanya.

Sementara itu, Saksi lainya yakni Parlindungan Harahap  mengakui, apabila adanya pemberian dari eksekutif ke legislatif ini sudah menjadi isu di Dewan dan ini diketahui oleh semua pihak. Sedangkan, untuk pemberian uang suap itu, Ketua Fraksi DPRD Musi Banyuasin belum pernah mendengar sekalipun empat pimpinan DPRD ini menyatakan penolakan.

“Setidaknya ada beberapa kali rapat internal antara empat pimpinan dan delapan pimpinan fraksi terkait pembahasan komitmen dengan Pemkab, dan seingat saya tidak ada keempatnya menyatakan menolak tawaran rencana pemberian dari pemkab,”terangnya.

Parlindungan merupakan satu dari delapan pimpinan DPRD Muba yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus ini.Dalam keterangannya sebagai saksi pada persidangan tersebut, ia mengakui sudah menerima uang senilai Rp75 juta yang merupakan setoran uang suap pertama dari pemkab ke anggota DPRD.

Uang total setoran pertama itu senilai Rp2,65 miliar yang diberikan sebelum pengesahan RAPBD, dengan rincian untuk empat orang pimpinan mendapatkan masing-masing Rp100 juta, delapan pimpinan fraksi masing-masing Rp75 juta, dan 33 orang anggota DPRD masing-masing Rp50 juta.

Selain menghadirkan Parlindungan Harapan, Jaksa Penuntut Umum KPK Wiraksajaya juga menghadirkan ketua fraksi lainnya sebagai saksi yakni Zaini (Golkar), Ujang M Amin (PAN), dan Dear Fauzul (PKS). Sementara dua orang lagi beralasan sedang menjalan ibadah umroh, yakni Iin Febrianto (Demokrat) dan Depy Irawan (Nasdem), sedangkan Bambang Karyanto (PDI-P) dan Adam Munandar (Gerindra) sudah didengarkarn kesaksiannya pada pekan sebelumnya.

Kasus suap terungkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan di kediaman Bambang Karyanto pada 19 Juni 2015. Pada saat ini, dilakukan penyerahan sisa kesepakatan suap yang menjadi ansuran ketiga yakni senilai Rp2,56 miliar, sementara ansuran pertama Rp2,65 miliar dan ansuran kedua Rp200 juta khusus untuk empat pimpinan DPRD sudah diserahkan lebih dahulu.

Pemkab dan DPRD sudah saling bersepakat dengan nilai suap Rp17,5 miliar untuk memuluskan RAPBD Muba 2015 dan Laporan Pertanggungjawaban Bupati tahun 2014, meski diketahui secara hukum tidak ada konsekwensi langsung ke Pemkab jika tidak diterima DPRD.

Jaksa menjerat empat pimpinan DPRD ini dengan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. pasal 64 KUH Pidana. (editor:asep)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here