[quote]Putusan MA Belum Ditarik[/quote]
JODANEWS- Kasus hukum yang menjadikan mantan Walikota Palembang Romi Herton dan istrinya masyitoh sebagai terpidana kasus suap pilkada Palembang, diprediksi akan menyeret Harnojoyo. Bukan hanya terancam tak dilantik, Harno juga bisa menyusul Romi sebagai pesakitan.
Ahli Hukum Adminitrasi Negara / Hukum Pemerintahan, Universitas Sriwijaya, Saud Panjaitan SH MH mengatakan, kasus yang menimpa Romi Herton dan Harnojoyo merupakan satu paket.
Ini dibuktikan, dikabulkannya uji pendapat yang diajukan oleh DPRD Kota Palembang oleh Makhakamah Agung (MA), beberapa waktu lalu Nomor 172/987/DPRD/2014, tanggal 27 September 2014 tersebut dengan No perkara Nomor 04 P/KHS/2014.
‘’ Surat pemberhentian Walikota non aktif Romi Herton dari kemendagri sekaligus menunjuk Harnojoyo sebagai Plt Walikota pada yang ditandatangani oleh Mendagri 4 Agustus di Jakarta, seharusnya tidak terjadi, jika hukum benar – benar di tegakan, ‘’ kata Saud Panjaitan.
Seharusnya, setelah 14 hari Putusan MA, DPRD harus mengadakan rapat paripurna, bukan mengembalikan permasalahan itu pada Mendagri.
‘’ Dari tidak jelasnya hukum itu, timbul pula permasalahan hukum baru, dengan diangkatnya Harno Joyo sebagai Pelaksana Tugas (Plt) walikota Palembang, ‘’ kata Saud.
Saud juga mengatakan, kalau kita tinjau dari hukum pidana, Harnojoyo belum tentu terlibat dari masalah suap yang di lakukan oleh mantan walikota Palembang Romo Herton.
Namun jika kita lihat dari keputusan yang di keluarkan MA. ‘’ Maka jabatan yang mereka peroleh merupakan hasil dari suatu yang melanggar hukum, ‘’ bebernya.
Artinya, secara otomatis, Harnojoyo sebagai tidak bisa dilantik menjabat sebagai Plt walikota apalagi jika dilantik sebagai walikota definitif.
Pengamat hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakir berpendapat, banyak hal yang bisa menyeret Harnojoyo pada kasus suap pilkada. Salah satunya, kasus penyuapan yang dilakukan Romi terhadap Akil Muchtar (mantan Ketua MK), merupakan pelanggaran hukum untuk memenangkan pilkada. Saat itu, Romi dan Harno merupakan pasangan satu paket yang terdaftar di KPUD Palembang.
“Kalau salah satu melakukan tindak pidana, dua-duanya harus diberhentikan karena tidak sah, cacat hukum. Seharusnya kedua-duanya diberhentikan,” kata Mudzakir.
Soal wacana pelantikan, secara etika Mendagri Tjahjo Kumolo harus mempertimbangkan Putusan Mahkamah Agung Nomor : 172/987/DPRD/2014, tanggal 27 September 2014 dengan No perkara Nomor 04 P/KHS/2014.
‘’ Mendagri perlu lebih progresif menyesuaikan peraturan baru soal pemilihan kepala daerah dan wakilnya, agar tak berbenturan dengan putusan MA, ‘’ jelasnya.
Senada diungkapkan Pimpinan KPK Indriyanto Seno Adjie. Menurutnya, meski pelantikan merupakan kewenangan administratif Mendagri, tapi secara etika putusan MA dalam kasus ini patut dipertimbangkan.
“Memang pelantikan itu masalah kewenangan administratif Mendagri. Tapi secara etika, Mendagri harus mempertimbangkan putusan MA,” kata Seno Adjie.
Sosiolog, Prof Al Fitri mengatakan, bola panas pelantikan Harnojoyo ada ditangan Kemendagri. Untuk melantik, Kemendagri pasti memiliki tim advokasi untuk mengkaji berbagai aspek, hingga dilantik atau tidaknya Harnojoyo sebagai Wako Palembang tidak menyalahi aturan.
‘’ Jadi menurut saya, sebelum dilantik, aspek legalitas hukum harus menjadi acuan. Sehingga tidak rancu dalam pelaksanaan produk hukum tersebut, ‘’ jelasnya.
Aktivis hukum Abror menambahkan, pengangkatan politisi Partai Demokrat ini terganjal keputusan Mahkamah Agung (MA). Dalam surat keputusannya, MA yang diketuai Imam Soebechi dengan anggota Supandi dan H. Yulius, Rabu (3/12) lalu, mengabulkan uji pendapat yang dilakukan oleh DPRD Palembang. Keputusan MA tersebut tertuang dalam SK No Nomor 172/987/DPRD/2014, tanggal 27 September 2014.
MA mempertegas keputusan DPRD Kota Palembang Nomor 06 Tahun 2014, tanggal 27 September 2014, tentang perbuatan melanggar hukum yang dilakukan pasangan RomiHerton – Harno Joyo.
‘’ Dasar pertimbangan MA, jabatan Walikota dan Wakil Walikota Palembang diperoleh pasangan Romi Herton-Harnojoyo, melanggar Pasal 56 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.” kata Abror .
Untuk diketahui, Romi Herton dan Harno Joyo kalah dalam Pemilihan Wali Kota Palembang yang digelar pada tahun 2013. Mereka dikalahkan pasangan Sarimuda dan Nelly Rasdiana dengan selisih delapan suara.
Atas hal itu, KPU Palembang menerbitkan SK Nomor 35 Tahun 2013 tentang penetapan pasangan sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota terpilih. Romi dan Harno kemudian melayangkan gugatan ke MK yang kala itu diketuai Akil Mochtar.
Romi melalui istrinya Masyitoh kemudian meminta kaki tangan Akil, yaitu Muhtar Effendy, untuk membantu memenangkan perkara tersebut dengan cara menyuap Rp14,145 miliar. Sidang MK tanggal 20 Mei 2013, mengubah hasil Pilkada.
Semula Sarimuda-Nelly unggul 8 suara. Kini, pasangan Romi – Harno yang unggul 23 suara. Tapi, SK KPU Palembang Nomor 35 Tahun 2013 tentang penetapan pasangan sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota terpilih tidak pernah dibatalkan MK. (tim)